Chapter Bab 22
Bab 22
Bab 22 Wanita itu Milik Finno
Pak Normando?
Vivin membuka matanya untuk melihat sosok yang dikenalnya di kursi roda.
Matanya langsung terbelalak. “F.Finno?”
Apa aku mimpi?
Finno mengamati dari ujung kepala hingga ujung kakinya, memandangi wajahnya yang memerah, matanya yang berbinar, dan pakaian yang memeluk lekuk tubuh indahnya.
Kecantikannya membuatnya kesal.
Siapa yang bekerja dengan pakaian seperti itu? Tidak heran jika banyak orang mesum tertarik padanya!
Finno mengabaikan Vivin, tatapan tajamnya melesat ke Pak Hendra.
Awalnya Pak Hendra hendak menampar Vivin. Namun tiba-tiba Finno muncul entah dari mana dan dengan sigap menghentikan tangannya.
Finno memang terikat kursi roda, tetapi itu sama sekali tidak menghalanginya, Badannya yang tinggi membuatnya terlihat seperti orang sehat.
Finno adalah tokoh terkemuka di industri majalah, tak heran jika Pak Hendra langsung mengenalinya. Lemak di pipinya bergetar saat terkejut melihat Finno, senyuman terpaksa muncul di bibirnya. “Pak. Normando? S-sedang apa Anda di sini?”
Tatapan Finno lebih dingin daripada es, namun Pak Hendra berkeringat seakan dia berdiri di bawah teriknya matahari.
Setelah Finno menghalau tangan pria tua itu ke arah samping, segera dia menyeka tangannya dengan tisu. Dia meludah dan memperlihatkan betapa jijik dirinya, “Enyahlah!”
Pria itu linglung karena mabuk, jadi dia bergegas pergi.
Fabian berjalan keluar dari restoran dengan pikiran yang masih terbayang kejadian di koridor. Ponselnya yang tiba-tiba berdering menyadarkannya dari lamunan.
“Hei! Fabian! Anda ingin membunuhku?” Pak Hendra berteriak begitu Fabian menjawabnya.
“Hah?” Jawab Fabian bagai orang tertangkap basah.
“Kenapa Anda tidak memberitahuku kalau Vivin punya hubungan dengan Pimpinan Perusahaan Finnor?” Pak Hendra menuntut.
1/3
“Apa?”
“Apa maksudmu ‘apa? Finno Normando datang tepat sebelum aku mendapatkan keinginanku! Kenapa Anda tidak memberitahuku tentangnya? Kalau aku tau, aku pasti menghindar dari wanita
itu!”
Mendengarnya, Fabian mematung.
Finno di sini?Sejak kapan dia datang?
“Hei’ Fabian! Halo?”
Pak Hendra terus menggonggong padanya, tetapi dia tak punya kesabaran untuk mendengarkannya.
Dia tidak menunjukkan identitas aslinya sebagai cucu keluarga Normando, jadi wajar saja jika dia sering dimarahi orang-orang bawahan seperti Pak Hendra.
Setelah tersadar dari tatapan kosongnya, dia segera mengeluarkan ponselnya lagi dan menelepon
Vivin.
Terdengar suara khas menelepon yang panjang, namun tak lama kemudian ada suara pria yang menyambut.
“Halo?”
Jantung Fabian berdetak kencang, seketika itu dia akhiri teleponnya tanpa ragu sedetik pun.
Dia menatap ponselnya cukup lama sebelum tertawa terbahak-bahak.
Aku mengenali suaranya!Ini kan Finno? Jangan bilang itu benar…Mereka tinggal bersama?
Fabian hampir menangis karena tertawa. Nama kontaknya di teleponnya itu tiba-tiba terasa seperti jarum yang menusuki matanya.
Oh… Vivin… Apa salahku? Kenapa kau membuatku menderita? Kau sudah menikah, tapi kenapa masih mengincar pria lain? Dan kenapa harus Finno?
Di sisi lain, Finno meletakkan ponsel Vivin perlahan dengan tatapan kosong.
“Siapa?” Tanyanya lemah, dia sudah setengah tidur karena alkohol. Dan Finno membantunya mengangkat telepon, karena melihatnya begitu mabuk.
“Hanya spam,” jawabnya.
“Oh…”jawab Vivin sambil memegangi kepalanya yang berdenyut-denyut.
“Kepalamu sakit?” Finno bertanya dengan lembut karena tahu dia kesakitan.
“Ya.” ucap vivin. Ketika sepasang tangan mendarat di pelipisnya, Vivin terkesiap
2/3
“Bagaimana?” Finno bertanya sambil mengusap pelipisnya dengan lembut.
Jari-jarinya terasa dingin di kulitnya yang terbakar, dan membuat jantungnya berdegup kencang selama beberapa saat
Dia bergeser menjauh. “T-Terima kasih. Aku sudah enakan.”
Namun, Finno segera menariknya. “Jangan bergerak!” perintahnya dengan dingin.