Chapter Bab 24
Bab 24 Kekacauan
Kemeja yang dikenakan Vivin terlihat besar di tubuh mungilnya, membuat tulang belikat dan kaki rampingnya selalu terlihat.
Finno segera memalingkan wajahnya yang memerah.
Finno sering kali bangga dengan sikap pengendalian dirinya, namun untuk kali ini dia harus meminum beberapa teguk air dingin
untuk menenangkan dirinya sendiri.
Vivin yang sedari tadi duduk dimeja, tidak menyadari keanehan pada Finno.
“aku pulang sore ini” kata Finno saat mereka tengah makan. “kamu ikut?”
Vivin mencoba mengingat kejadian malam sebelumnya dan sambil mengangguk dengan yakin.. “Aku akan ikut denganmu.”
Vivin tidak peduli soal hubungannya dengan Fabian, sekalipun itu harus dibayar dengan kehilangan pekerjaannya di kemudian
hari.
“Baiklah”
“Oh, sebelum aku lupa,” kata Vivin. “Sedang apa kamu di Kota Langsa?”
Tangan Finno terhenti sejenak, tapi dia kembali tenang dengan cepat. “Aku ada meeting di menit- menit terakhir.”
“Oh, Begitu” kata Vivin, sembari menyuap sesendok makanan ke dalam mulutnya.
Setelah mereka mengambil pakaian dari toko dry cleaning, mereka langsung menuju Bandara untuk mengejar penerbangan
mereka kembali ke Metro City.
Noah sudah menunggu, ketika mereka tiba di lobby. Alisnya terangkat saat dia melihat Vivin berjalan menghampirinya.
Pantas saja dia terburu-buru untuk datang ke Kota Langsa! Dia disini untuk Ibu Normando!
“Tuan Normando, ini ada beberapa dokumen yang harus anda tanda tangani,” kata Noah, sembari menyembunyikan
keterkejutannya. Dia mencoba melirik ke arah Vivin ketika menyerahkan dokumen itu kepada Finno.
Noah sudah mendengar beberapa rumor tentang Ibu Normando sebelumnya, dan dia tidak menyangka bahwa cinta pertama Ibu
Normando adalah....
“Ehhem”
Noah jadi sedikit canggung dan ketika Noah berbalik dia melihat tatapan dingin Finno.
Kepalanya langsung tertunduk.
1/3
Vivin sama sekali tidak sadar dengan apa yang terjadi. Ketika Finno masuk ke dalam mobil, Vivan segera menyusulnya.
Finno melirik dokumen yang dipegangnya sebelum menutup berkas dengan kasar dan melihat ke arah Vivin. “Vivin, ayo kita
mengunjungi keluargaku saat akhir pekan nanti.”
Vivin?
Vivin terdiam sesaat, dia benar-benar tidak menyangka dengan cara Finno memanggilnya tadi. Dia butuh beberapa saat untuk
memahami keadaannya sebelum menjawab, “Baiklah.”
Aku jadi penasaran dengan keluarganya...
Vivin tidak terlalu memusingkkannya, tetapi perkataanya tadi membuat Noah tersentak dari tempat duduknya. Dia melirik ke
arah pasangan yang duduk di kursi belakang melalui kaca spion. dalam.
Ya Tuhan!! Apa dia benar-benar membawa Vivin untuk bertemu keluarganya?Jangan-jangan ini...
Noah tidak mampu membayangkan lebih jauh lagi.
Vivin dan Finno sudah sampai beberapa jam yang lalu di kota Metro, sementara Fabian terhalang oleh beberapa hal yang harus
dia lakukan.
Fabian ingin menjalin hubungan dengan perusahaan majalah milik Pak Hendra, hanya untuk mengumpulkan laporan penyuapan
oleh perusahaan itu dan pada akhirnya membuat Pak Hendra bangkrut.
Apa-apaan ini.Jelas ini bukanlah suatu kebetulan. Hanya ada satu orang yang bisa menghancurkan hidup Pak Hendra dalam
semalam!
Fabian bisa merasakan kekhawatirannya meningkat
Sialan!Kenapa Pak Hendra melakukan sampai sejauh itu hanya untuk Vivin? Apa dia tidak tahu kalau Vivin sudah menikah?
Tidak butuh waktu yang lama untuk menyelesaikan kekacauan yang terjadi di Kota Langsa dan kembali lagi ke Kota Metro. Saat
Fabian melangkah keluar dari pesawat, dia melihat Alin menunggunya di pintu gate.
“Bian!!” Alin berteriak memanggilnya, lalu dia bergegas lari kearahya ketika Fabian melihatnya. “Akhirnya kamu kembali?
Kenapa kamu tidak menerima telponku?”
Fabian meliriknya sekilas, dia sangat kesal karena Alin begitu mirip dengan Vivin.
“Tidak ada yang penting. Aku hanya sedikit sibuk,” kata Fabian sebelum berbalik dan meninggalkan bandara.
Wajah Alin seketika menjadi lesu saat melihat Fabian menghilang di kejauhan.
2/3
Alin mencoba mengingat apa yang dikatakan sekretaris Fabian beberapa hari lalu.
“Oh, Pemimpin redaksi pergi ke Kota Langsa untuk perjalanan bisnis dengan salah satu wartawan kantor. Namanya? Vivin
William.”
Alin mengepal tangannya dengan kuat, sehingga membuat telapak tangannya sakit karena kukunya
Vivin William! Kamu lagi kamu lagi!Siapa yang mengizikanmu untuk bersaing denganku?
Alin mengigit bibirnya dan mengeluarkan ponselnya.
“Hallo? Alin berbicara di ponselnya, suaranya sangat dingin dan penuh dengan kebencian. “Apakah kamu masih menyimpan
foto-foto waktu itu? Aku memerlukanya. Semua foto yang kamu miliki.”