Chapter Bab 153
Bab 153 Siapa Dalangnya?
Tak lama kemudian, Finno sudah berdiri di depan Vivin dengan wajah yang sedikit pucat. Saat dia memeluk Vivin, dia menatap
wajah Vivin yang berlinang air mata. Dengan nada lembut, dia bertanya, “Vivin, kamu baik-baik saja?”
Saat itulah Vivin menyadari ada sesuatu yang salah. Melihat Finno yang berdiri di depannya, dia bertanya dengan cemas
dengan suara pelan, “Finno, kenapa kamu berdiri? Dimana kursi
rodamu?”
Ini klub karaoke! Ada begitu banyak orang yang melihat. Jika seseorang mengenali Finno dan memberi tahu Marthin, usahanya
untuk menyembunyikan rahasia ini selama bertahun-tahun akan sia-sia!
Karena itu, dia mendongak untuk melihat Noah berlari dengan cemas dari ujung koridor sambil mendorong kursi roda. Jelas,
Finno berlari terlalu cepat sehingga dia gagal mengejarnya.
Berbeda dengan kepanikan Vivin, Finno tidak peduli tentang itu. Ketika dia melihat rona merah. di pipi Vivin dan merasakan
panas yang tidak biasa di lengannya, dia tiba-tiba menyadari. “Vivin, apa kamu dibius?”
Vivin sangat khawatir tentang Finno sehingga dia melupakan ketidaknyamanannya sendiri untuk sesaat. Hanya ketika Finno
menanyakan pertanyaan padanya, dia menyadari kalau suhu tubuhnya meningkat lebih tinggi saat dia memeluknya. Seolah-
olah ada api yang menyebar di dalam tubuhnya.
Sebelum Vivin bisa mengatakan sesuatu, sebuah erangan lembut keluar dari bibirnya, dan Vivin terkejut sendiri dengan daya
pikat yang ada dalam suaranya.
Saat itu, Noah terengah-engah ketika dia mendorong kursi roda di dekat Finno dan melihat sekeliling dengan gelisah,
memastikan tidak ada yang memperhatikan Finno. Kemudian, dia merendahkan suaranya dan berkata, “Pak Normando, silakan
duduk dengan cepat.
Tapi sepertinya Finno tidak mendengarnya saat dia tiba-tiba membungkuk untuk mengangkat Vivin ke dalam pelukannya.
“Pak Normando, anda...”
Diliputi dengan rasa keterkejutan, Noah bertanya dengan tergesa-gesa tetapi Finno sudah menggendong Vivin dan berlari
keluar, menginstruksikan, “Carikan aku sebuah kamar di hotel diseberang jalan sekarang juga!”
Finno membawa Vivin secepat mungkin ke suite hotel, sama sekali mengabaikan orang yang lewat yang menunjuk ke arahnya
di jalan.
Setelah sampai di sebuah kamar suite, dia membawa Vivin ke bak mandi tanpa ragu-ragu dan menyalakan keran air dingin. Air
menyembur ke arah Vivin sementara Finno berbicara dengan tegas, “Vivin, tetaplah sadar!”
Air yang dingin meradakan rasa panas di kulit Vivin, tapi tidak yang dia rasakan di dalam dirinya.
1/2
Kenyataannya, perbedaan antara hawa dingin diluar dengan rasa panas didalam tubuhnya membuat Vivin sangatlah tidak
nyaman.
Dia meringkuk di dalam bak mandi kesakitan dan berjuang untuk berbicara, “Aku merasa... buruk sekali... ini menyakitkan ...”
Melihat betapa tersiksanya Vivin, Finno merasa seperti sedang ditikam di jantungnya.
Sementara itu, Finno menyadari kalau ada beberapa luka di tubuh Vivin yang belum begitu pulih, dan merendamnya di bawah
air membuat kain kasanya terlepas.
Selain itu. Finno segera saja menyadari bahwa zat yang dikonsumsi Vivin sangat kuat. Tidak peduli berapa banyak air dingin
yang dia tuangkan ke tubuh Vivin, tetap saja rona merah di wajahnya tidak memudar. Seiring berlalunya waktu, efeknya menjadi
lebih kuat, menjadikan wajah Vivin lebih memerah dan tubuhnya bergelung kesakitan.
Sial!Siapa yang melakukan ini!Menggunakan obat yang begitu kuat padanya!
Finno tidak tahan melihatnya penderitaan Vivin lebih lama lagi, jadi dia menggendongnya dari bak mandi dan melucuti
pakaiannya yang basah. Kemudian, dia mengeringkannya dengan cepat menggunakan handuk dan membawa Vivin ke tempat
tidur.
Tetapi bahkan setelah Finno menyesuaikan pengaturan AC ke suhu terendah, Vivin masih juga sangat kepanasan.
Penderitaan yang Vivin rasakan semakin tak tertahankan seperti ada banyak semut yang menggigiti tulang-tulangnya.
Dalam perubahan yang menyiksanya, sosok ramping Finno tampak seperti secercah harapan. bagi Vivin.
Tidak dapat berpikir jernih, Vivin mengulurkan tangannya untuk meraih lengannya dan memohon dengan lembut, “Finno, tolong
bantu aku Ini sangat tidak nyaman...”
Vivin sama sekali tidak tahu bagaimana suaranya terdengar bagi Finno, Serak namun menggoda, dan itu benar-benar menguji
batasan Finno.
Lebih buruk lagi, pernandangan tubuh Vivin yang telanjang terbaring di bawah selimut dan rambutnya yang basah menyebar di
pipinya yang merah membuat Finno kehabisan akal.