Chapter Bab 9
Bab 9 Keluarga Basagita yang Tidak Tahu Malu
Tony yang menyipitkan matanya tiba-tiba mengangguk, lalu berkata dengan nada bercanda, “Ardika, boleh juga. Kamu yang rayakan saja, biar aku bisa melihatnya.”
Tony malas berdebat dengan seorang pecundang.
Lagi pula dengan keuangannya, selama Tony mau, dia bisa membuat Luna hidup mewah setiap hari.
Kali ini, dia akan membiarkan Ardika mengacaukannya.
Tanpa kekurangan yang ditunjukkan oleh si pecundang, kehebatan Tony tentu saja tidak terlihat, ‘kan?
Desi langsung mengabaikan Ardika, dia lalu bertanya, “Tony, apakah kamu bisa mengundang Kak Herkules ke pesta ulang tahun Luna? Kami harus berterima kasih kepadanya karena sudah membayar utang.”
Senyuman di wajah Tony langsung menghilang.
Hari ini, dia sempat menelepon Herkules. Setelah memarahinya, Herkules langsung menutup telepon dengan kesal. Siapa sangka ternyata Herkules malah membayar utangnya, hal itu sudah cukup mengejutkan Tony.
Mengundang Herkules ke ulang tahun Luna?
Tony tidak percaya dia punya kehormatan sebesar itu.
Namun, ketika melihat Ardika yang tersenyum tipis, dia pun memberanikan diri dan berkata, “Bibi, tenang saja. Aku akan menelepon Kak Herkules, dia pasti akan menyetujuinya.”
Selesai bicara, dia pun mengeluarkan ponsel, lalu menekan nomornya dengan perasaan tegang.
“Halo, Kak Herkules. Tiga hari lagi, Nona Luna ulang tahun, apakah Anda bisa datang?”
“Hahaha …. Nona Luna mengundangku ke pesta ulang tahunnya? Aku pasti akan datang.”
“Terima kasih Kak Herkules!”
Tony merasa sangat senang.
Ketika berjalan keluar dari Restoran Gatotkaca, Desi sudah memeluk lengan Tony. Dia sudah mengakui Tony sebagai menantunya.
Ardika yang berada di belakang mendapat telepon dari Herkules.
“Tuan Ardika, Tony menelepon saya untuk mengundang saya ke pesta ulang tahun Nona Luna, saya sudah menyetujuinya. Tapi, saya merasa ada yang aneh, kenapa dia yang undang?”
“Jadi, saya menelepon untuk bertanya tentang maksud Tuan Ardika ….”
Ardika tersenyum dan menjawab, “Kamu datang saja. Dia bilang kalau kamu membayar utang karena menghormatinya.”
“Apa! Memangnya siapa Tony!” bentak Herkules dengan kesal. “Tuan Ardika, Anda tenang saja. Di pesta ulang tahun Nona Luna nanti, saya akan memberinya pelajaran.”
“Luna, kamu nggak suka dengan Tuan Muda Tony, ya? Aku kasih tahu, dia sudah berkorban banyak untukmu ….”
Tina yang duduk di mobil Land Rover sedang memasang sabuk pengaman, tapi tiba-tiba pintu mobil terbuka.
Ketika dia menoleh ke arah pintu, kedua matanya memancarkan amarah yang besar. Dia pun berkata, “Ardika, siapa yang suruh kamu masuk ke mobilku? Turun sana. Kalau nggak sanggup beli mobil, jalan kaki saja.”
“Tina, antar dia saja,” ucap Luna yang duduk di samping mobil pengemudi.
“Pfft! Mengesalkan! Aku harus cuci mobil lagi nanti ….”
Tina menjalankan mobilnya dengan kesal.
Demi menghalangi mereka untuk bicara, Tina sengaja menyalakan radio dan mengeraskan suaranya.
“Para pendengar yang setia, saatnya waktu berbagi.”
“Belakangan ini, kalian pasti sudah mendengar bahwa ratu perhiasaan Kota Banyuli, Bella Dewanto, mengeluarkan 60 miliar untuk membeli kalung bernama Hati Peri, ‘kan?”
“Besok, Kalung Hati Peri akan dipamerkan di toko perhiasaan milik Grup Permata Buana dengan kuota yang terbatas.”
Kedua mata dua orang wanita yang duduk di dalam mobil ikut berbinar.
Mereka sudah melihat foto Kalung Hati Peri di berita.
Tidak ada wanita yang bisa menahan godaan dari Hati Peri.
“Ardika, kamu bilang ingin mengadakan pesta ulang tahun untuk Luna, kamu sudah menyiapkan hadiah ulang tahun?”
Tina berkata dengan ekspresi menyindir, “Jangan sampai kamu memberikan hadiah satu kantong makanan ringan. Memalukan saja!”
“Menurutku, hadiah Hati Peri nggak buruk, betul Luna?”
Luna tertegun sejenak, dia lalu berkata, “Tina, apa yang kamu katakan? Tony saja nggak sanggup membelinya, Ardika mana punya uang ….”
Ardika pun berpikir dalam hati, ‘Hati Peri, ya? Sepertinya cocok dijadikan hadiah ulang tahun.’
Dia mengeluarkan tiga kartu nama dari sakunya, kemudian melihat kartu nama Bella, lalu mengirimkan pesan singkat kepadanya.
“Aku akan membeli Hati Peri ….”
…
Malam hari, Vila Keluarga Basagita.
Hari ini, Wulan yang ditampar tidak bisa makan dan tidur. Jadi, dia pun datang ke vila untuk mengadu.
Dengan wajah yang bengkak, dia pun menjelaskan semua yang terjadi di kompleks penjualan mobil dengan tambahan bumbu-bumbu lain. Setelah mendengarnya, Tuan Besar Basagita pun mengenyit.
Ketika melihat ekspresi kakeknya, Wulan pun berkata dengan ekspresi yang lebih sedih, “Kakek, Ardika si idiot itu sengaja menyebut nama Tuan John dan membuat Kak Herkules marah. Karena itu, aku malah ditampar oleh Kak Herkules. Bukan itu saja, Kak Herkules juga bilang nggak akan melepaskan Keluarga Basagita ….”
Setelah mendengarnya, Wisnu yang pucat ikut berkata, “Mereka memang pantas dihajar, tapi kenapa harus menyeret Keluarga Basagita? Tuan John yang berada di belakang Kak Herkules adalah bos preman yang sebenarnya. Kalau sampai keluarga kita menjadi target, Keluarga Basagita pasti akan hancur ….”
Banyak anggota Keluarga Basagita yang ketakutan ketika mendengar nama Tuan John.
Tuan Besar Basagita juga mulai ketakutan, apakah Keluarga Basagita akan terkena bencana?
Saat ini, dua sosok berjalan masuk ke dalam vila.
Melihat Luna dan Ardika berjalan masuk, banyak orang yang mulai memarahi mereka.
“Dasar pecundang! Beraninya kalian kembali setelah membuat masalah besar?”
“Dasar pecundang! Kalau bukan kalian, Kak Herkules dan Tuan John tidak akan marah dengan Keluarga Basagita.”
“Eh? Kenapa kalian baik-baik saja?”
Wulan saja sudah ditampar, kenapa mereka baik-baik saja?
Banyak yang merasa bingung. Tidak seharusnya seperti itu, bukankah mereka seharusnya dihajar sampai lumpuh?
Tuan Besar Basagita tidak memedulikan hal itu, dia langsung memukul meja dan berkata, “Luna! Apakah kamu masih menghormati kakekmu ini?”
“Aku menyuruhmu pergi menagih utang, tapi kamu malah membawa Ardika untuk bertengkar dengan Kak Herkules. Selain membuat Wulan ditampar, Keluarga Basagita juga akan terkena bencana besar. Kamu senang sekarang?”
Keluarga Basagita akan terkena bencana?
Ketika masuk ke dalam vila, Luna sudah mendengar ucapan itu. Dia tampak sedikit bingung. Sebaliknya, Ardika melirik Wulan, lalu tersenyum dingin karena sudah tahu.
Ardika lalu berkata, “Kakek, Wulan memang pantas ditampar. Tapi, Kakek tenang saja, Keluarga Basagita tetap baik-baik saja.”
Wulan yang kesal langsung membentak, “Dasar idiot! Beraninya kamu bicara seperti itu? Awalnya, Kak Herkules menganggapku sebagai tamu VIP. Kalau bukan karena kamu yang membuatnya marah, aku nggak mungkin ditampar! Kak Herkules juga nggak mungkin marah dengan Keluarga Basagita.”
Napas Tuan Besar Basagita juga mulai terengah-engah. Dia menunjuk Ardika dan berkata, “Keluarga Basagita akan dihancurkan oleh idiot seperti kamu. Lihat saja tampangmu itu, kamu masih bersikap santai. Siapa yang memberimu keberanian untuk berkata seperti itu?”
“Karena kami sudah mendapatkan utangnya. Kalau Kak Herkules benar-benar marah, mana mungkin dia membayar utangnya?” Sambil berkata, Ardika menoleh ke arah Luna dan melanjutkan, “Sayang, tunjukkan buktinya kepada Kakek.”