Chapter Bab 6
Bab 6 Restoran Gatotkaca
“Lantai tiga Restoran Gatotkaca! Tempat yang selamanya nggak mungkin dimasuki oleh pecundang sepertimu.”
Ketika mendengarnya, kedua mata Desi tampak berbinar. Dia lalu berkata, “Lantai tiga Restoran Gatotkaca? Tempat itu hanya bisa dipesan oleh anggota emas.”
Di Kota Banyuli, Restoran Gatotkaca termasuk restoran kelas atas. Orang yang menghabiskan puluhan miliar baru bisa mendapatkan kartu anggota emas. Di Keluarga Basagita, hanya Tuan Besar Basagita seorang yang memiliki kartu anggota emas.
Adapun lantai tiga ke atas, biaya yang perlu dihabiskan oleh anggota bahkan lebih mengejutkan.
Tina menoleh ke arah Ardika, lalu tersenyum sambil berkata, “Ardika, itulah perbedaan antara kamu dan Tuan Muda Tony. Aku nggak tahu kenapa kamu masih percaya diri untuk berada di sisi Luna.”
“Tina, nggak usah pedulikan pecundang ini. Luna sudah turun, ayo kita berangkat. Jangan sampai Tuan Muda Tony menunggu terlalu lama.”
Desi bahkan tidak melihat Ardika sama sekali.
Mobil Land Rover pun pergi menjauh. Pada saat ini, ponsel Ardika tiba-tiba berbunyi.
“Bos, John mengadakan jamuan permintaan maaf di Hall Raja lantai sembilan Restoran Gatotkaca, apakah Anda ingin ikut ….”
“Suruh dia kirim mobil untuk menjemputku.”
…
Pintu masuk Restoran Gatotkaca.
Ketika mobil Land Rover berhenti, Tony yang sudah menunggu di depan pintu segera mendekat.
Tony mengenakan jas putih yang mewah dan memegang satu buket mawar merah. Dia membuka pintu mobil untuk Luna, lalu berkata sambil tersenyum, “Luna, hari ini kamu cantik sekali.”
Luna pun berusaha tersenyum.
Tina menyenggol pinggang Luna sambil mengeluh, “Tuan Muda Tony sedang berbicara denganmu, kamu bisu, ya?”
“Bukan …” ucap Luna dengan nada rendah sambil memiringkan tubuhnya. “Aku hanya khawatir Ardika nggak bisa makan malam ….”
“Kamu masih saja mengkhawatirkan si idiot itu, benar-benar nggak belajar dari pengalaman,” keluh Tina dengan kesal.
Wah!
Entah siapa yang tiba-tiba bersorak.
Tidak jauh dari sana, sebuah mobil Lincoln berwarna putih melaju kemari.
Empat angka delapan di plat kendaraan juga sangat menarik perhatian.
Ketika Tony mengalihkan pandangannya ke sana, dia pun berseru kaget, “Bukankah itu mobil Tuan John? Dia juga datang makan ke Restoran Gatotkaca, ya?”
John? Bos preman yang berkuasa di seluruh Kota Banyuli.
Desi dan suaminya juga ikut menoleh ke arah tersebut.
Pada saat ini, pintu mobil Lincoln pun terbuka. Seorang anak muda turun dari mobil, kemudian mengikuti pelayan berjalan ke arah lift.
Luna menatap punggung anak muda itu dengan bengong sambil bergumam, “Orang itu, rasanya mirip dengan Ardika?”
“Ardika?”
Tina tertegun sejenak, lalu berkata dengan nada bercanda, “Luna, kamu pasti salah lihat. Pecundang seperti Ardika nggak mungkin bisa naik mobil Lincoln ke Restoran Gatotkaca.”
Setelah mendengarnya, Luna pun mengangguk.
Seharusnya dia salah lihat.
Mereka mengikuti Tony datang ke Hall Rembulan di lantai tiga.
“Wah, bahkan lantai tiga juga semewah ini.”
“Aku penasaran seberapa mewah lantai atas, apalagi Hall Raja yang legendaris di lantai sembilan itu. Mungkin saja istana raja juga kalah.”
Perhatian Desi teralihkan oleh desain interior yang begitu mewah. Dari waktu ke waktu, dia terus menyentuh berbagai barang.
Tony sangat puas dengan reaksi Desi dan lainnya. Dia lalu berkata, “Paman, Bibi, ayo pesan makanan dulu.”
“Betul, betul, betul. Ayo pesan makanan.”
Setelah duduk, mereka menatap menu yang mahal itu dengan ragu.
Ini bukan makanan lagi, melainkan emas.
Tony justru tampak tenang. Selesai memesan makanan, dia juga menambahkan dua botol Romanee-Conti dengan tahun terbaik.
Tina termasuk orang yang mengerti tentang anggur, dia pun berkata, “Tuan Muda Tony, hari ini kamu sudah menghabiskan banyak uang. Harga dua botol Romanee-Conti dengan tahun terbaik paling nggak sekitar 60 sampai 80 juta.”
Tony berkata sambil tersenyum, “Puluhan juta saja, nggak masalah. Hari ini aku mengajak Paman dan Bibi makan, jadi aku harus menunjukkan ketulusan hatiku.”
Seketika, Desi dan suaminya dibuat kagum oleh sikap Tony. Tuan Muda Tony memang berbeda, dia berbeda jauh dengan pecundang Ardika itu.
Di luar ruangan, Ardika sedang berjalan di lorong.
Saat melewati belokan, seorang pramusaji yang membawa dua botol anggur tersandung dan hampir terjatuh. Untungnya, Ardika muncul dan memapahnya tepat waktu.
“Kamu nggak apa-apa?”
“Nggak apa-apa ….” Pramusaji wanita tersebut tampat ketakutan. Kalau dua botol anggur itu sampai terjatuh, dia harus ganti rugi dengan gaji selama satu tahun.
“Kakimu sedikit keseleo, bagaimana kalau aku yang bantu antar saja?”
Pramusaji wanita itu mencoba menggerakkan pergelangan kakinya, ternyata memang terasa sedikit sakit. Dia pun mengangguk dan berkata, “Terima kasih, Tuan ….”
Di dalam ruangan, selain Luna yang tampak tidak fokus, mereka yang lain mengobrol dengan gembira.
Setelah melirik Luna, Desi pun mendekat dan berbisik, “Kenapa kamu diam saja? Nanti saat anggurnya datang, kamu harus bersulang dengan Tuan Muda Tony, mengerti?”
“Bu … aku nggak mau minum alkohol,” ucap Luna dengan tak berdaya.
“Tetap saja harus minum!”
Pada saat ini, pintu ruangan pun terbuka.
“Halo, anggur kalian sudah datang.”
“Ardika?” seru Tina dengan kaget. Dia kebetulan duduk di seberang pintu masuk
Semua orang ikut menoleh ke belakang dengan kaget.
“Dasar belatung! Beraninya kamu mengikuti kami kemari? Siapa yang membiarkanmu masuk?” ucap Desi dengan marah.
Selesai berbicara, dia langsung menoleh ke arah Tony. Desi khawatir kedatangan Ardika akan membuat Tony marah.
Tina juga berkata dengan sinis, “Ardika, nyalimu besar juga. Kamu nggak bisa masuk ke Restoran Gatotkaca tanpa kartu anggota. Jangan-jangan kamu menyelinap masuk dengan menyamar sebagai pramusaji, ya?”
Ardika menggelengkan kepalanya dan menjawab, “Ada yang mengundangku.”
Luna menatap Ardika dengan bingung.
Tina lalu berkata dengan kesal, “Siapa yang akan mengundang seorang pecundang untuk makan di Restoran Gatotkaca? Ardika, jangan-jangan kamu belum sembuh, ya?”
Tony memperhatikan menantu idiot yang terkenal di Kota Banyuli ini dari atas ke bawah, dia sepertinya tidak menganggap Ardika sama sekali.
Tony pun melambaikan tangannya dan berkata, “Cukup, kami nggak peduli bagaimana kamu bisa masuk. Letakkan dua botol anggur di tanganmu itu, lalu keluar dari sini.”
“Anggur semahal itu dipegang oleh seorang idiot, bagaimana kami bisa meminumnya nanti?”
“Betul!”
Desi langsung merebut dua botol anggur itu, lalu berkata dengan masam, “Cepat keluar!”
Walaupun tidak diterima di sini, Ardika tetap menoleh ke arah Luna dan berkata, “Sayang, bosnya Kak Herkules mempersiapkan jamuan di Hall Raja lantai sembilan untuk permintaan maaf. Kamu mau ikut ke atas?”
Ucapan itu membuat suasana ruangan menjadi hening.